Home

Total Tayangan Halaman

Sabtu, 18 Februari 2012

hukum minuman keras dan narkoba


melihat status bunda ku yang mengingatkan anak anak nya jangan meminum minuman keras dan narkoba walau setetes  mengunggah diriku untuk mencaritau dan memahami untung dan rugi nya bahkan menurut ku 100% tiada manfaat bagi yang meminum nya.... berbicara minuman keras dan narkoba saya hanya bisa mengusap dada dan geleng kepala .... karena toh geleng geleng kepala dan mengusap dada... ? yah , karena entah mengapa pemuda jaman sekarang dari yang baru jebrol sampai yang tua , dari yang rakyat jelata hingga konglomerat  bahkan tidak sedikit dari anak sekolah SMP sampai perguruan tinggi yang ikut menjadi korban keganasannya... huhhhhhhh ngeri... alhamdulilah sampai saat ini saya tak pernah meneguk benda haram tersebut walau setes semoga allah selalu melindungi hamba mu ini.....Yang sangat memprihatinkan lagi, bahwa perilaku orang tua sudah biasa mempengaruhi sejak si kecil masih berada dalam kandungan. Bila waktu hamil sang ibu terbiasa minum alkohol, maka resiko si kecil berkembang menjadi pecandu alkohol pun juga besar.

dari segi keburukan nya miras memang lebih banyak bahayanya bagi meminum diantara nya 

1). Miras sebagai faktor penyebab terganggunya agama
2). Miras sebagai faktor penyebab terganggunya keturunan
3). Miras sebagai faktor penyebab terganggunya harta.
4). Miras sebagai faktor penyebab terganggunya akal
5). Miras sebagai penyebab terganggunya harga diri.

berdasarkan:
1. Q.S. Al-Baqarah 219-220: “Tentang dunia dan akhirat, Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: “Menurut urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu, dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijak….”(220).

2. Q.S. Al-Maidah 90 “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum (khamer), berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

3. Q.S. Al-Maidah 91: “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamer dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang, amak berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”.

4. Hadits Anas: “Dari Anas RA. Bahwasanya nabi Muhammad SAW, menjilid (melaksanakan hukuman had) dengan menggunakan pelepah kurma dan sandal. Kemudian Abubakar menjilid 40 kali. Ketika sampai pada giliranya Umar, sedangkan manusia mulai berdatangan dari pedesaan, beliau bertanya: apa pendapatmu tentang penjilitan terhadap masalah khamer? Seraya Abdurrahman bin Auf menjawab: aku melihat bahwa engkau menjilid dengan hukuman had yang paling ringan. Maka selanjutnya Umar menjilid sebanyak 80 kali.”

5. Hadits Abu Hurairoh: “Berkatalah Abu Hurairoh RA, seorang laki-laki peminum khamer didatangkan kehadapan Rosululloh, seraya beliau berkata: Pukullah dia. Maka diantara kita (para sahabat nabi) ada orang yang memukul dengan tanganya, ada yang memukul dengan sandalnya, dan ada yang memukul dengan pakaianya. Setelah lelaki tersebut pergi, sebagian kaum mengatakan semoga Allah menghinakan kamu. Maka bersabdalah Rosulullah SAW, jangan kau katakana demikian, jangan kau memberikan pertolongan kepada syetan atas dia”. (HR. Al-Bukhori dan Abu Daud)

Hukum Islam, menetapkan bahwa khamer adalah barang diharamkan. Barang siapa melanggar, berarti ia berbuat melawan hukum. Bagi peminumnya dikenakan hukuman had atau dicambuk (dipukul) sebanyak 40 kali. Berdasarkan hadits ini juga, hukuman had bisa ditingkatkan menjadi 80 kali, apabila hakim memandang perlu. Hal itu dilakukan manakala hakim melihat masalah dalam pemberatan hukuman had tersebut. Seperti apabila peminum sudah berkali-kali dijatuhi hukuman had tetapi tidak juga jera.
Adapaun alat yang dipergunaakn untuk memukul, boleh dengan segala sesuatu yang apabila dipukulkan bisa menimbulkan rasa sakit (bisa membuat si peminum jera), berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Bukhori dan Abu Daud di atas, maka dengan demikian jelaslah bahwa persoalan alat untuk mencambuk atau melaksanakan hukuman had, menjadi kewenangan hakim.

Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa khamer atau miras dalam tinjauan (perspektif) hukum Islam adalah:
1) Hukumnya haram.
2) Peminumnya dikenakan hukuman had (dicambuk 40 kali hingga 80 kali), menurut keputusan hakim.
3) Penentuan alat untuk hukuman had, merupakan wewenang hakim.
Pertimbangan hukum Islam terhadap Narkoba
Pada pasal miras menurut hukum Islam telah dijelaskan bahwa seperti epium dan sebagainya, tidak diberlakukan hukuman had. Karena pada kenyataanya narkoba bukanlah miras. Untuk itu diperlukan qiyas sebagai alat beristidlal. Dengan maksud untuk menentukan hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkoba secara pasti dan adil. Oleh karena itu mekanisme penetapanya diserahkan kepada yang berwewenang atau hakim. Kalau menurut pandangan hakim, penyalahgunaan narkoba itu kadarnya di bawah standar miras, maka hakim menggunakan qiyas adwan. Dan hukuman yang dijatuhkan , potensinya berada di bawah hukuman had. Akan tetapi kalau penyalahgunaan narkoba itu sama kadarnya dengan miras, maka qiyas yang harus dipergunakan adalah qiyas musawi. Dan hukuman yang ditetapkan dipersamakan dengan hukuman had. Bergitu juga apabila penyalahgunaan narkoba itu kadarnya lebih besar dari pada miras, maka yang dipergunakan adalah qiyas aulawi. Dan hukuman yang ditetapkan harus lebih berat dari hukuman miras sesuai dengan muatan kadar narkoba yang dikonsumsi atau disalahgunakan.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sepanjang narkoba dipergunakan di jalan benar, maka Islam masih memberikan toleransi. Artinya narkoba dalam hal-hal tertentu boleh dipergunakan, khususnya pada kepentingan medis pada tingkat – tingkat tertentu:
a. Pada tingkat darurat. Yaitu pada aktifitas pembedahan atau operasi besar, yakni operasi pada organ-organ tubuh yang vital seperti hati, jantung, dan lain-lain. Yang apabila dilaksanakan tanpa diadakan pembiusan total, kemungkinan besar si pasien akan mengalami kematian.
b. Pada tingkat kebutuhan atau hajat. Yaitu pada aktifitas pembedahan yang apabila tidak menggunakan pembiusan, pasien akan merasakan sangat kesakitan, tetapi pada akhirnya akan mengganggu jalanya pembedahan. Walaupun tidak sampai pada kekhawatiran matinya si pasien.
c. Tingkatan bukan darurat dan bukan hajat. Yaitu tingkatan pada aktifitas pembedahan ringan yakni pembedahan paada organ tubuh yang apabila tidak dilakukan pembiusan, tidak apa-apa. Seperti pencabutan gigi, kuku, dan sebagainya. Namun pasien akan merasakan kesakitan juga.
Setelah melalui proses diskusi dan perdebatan panjang, akhirnya para ulama sampai pada kesepakatan bahwa narkoba adalah haram, karena pada narkoba terdapat illat (sifat) memabukkan sebagaimana pada khamer, sekalipun mekanisme hukumanya berbeda. Hal ini selaras dengan pernyataan Ibnu Taimiyah yang berbunyi:

“Berkatalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah r.a. mengkonsumsi ganja hukumnya adalah haram, bahkan termasuk sejelek-jelek perkara, baik sedikit maupun banyak, hanya saja mengkonsumsi secara banyak hukumnya haram berdasarkan kesepakatan umat Islam.”
Sejalan dengan itu Al-Imam Al-Qarafi juga berpendapat:
“Tumbuh-tumbuhan yang terkenal dengan anam ganja yang dikonsumsi oleh orang-orang fasiq, telah disepakati keharamanya oleh para ulama’, yaitu penggunaan dengan kadar banyak sehingga menghilangkan (berpengaruh) pada akal.
Ulama yang lain memberikan ulasan agak luas. Artinya tidak terbatas pada ganja saja. Mereka sudah memasukkan opium , marihuana dan sebagainya. Sebagaimana Syekh Muhammad A’lauddin Al –Hashkafi al-Hanafi, beliau mengatakan :
... ويحرم أكل البنج والحشيشة والأفيوم لأنه مفسد للعقل ويصد عن ذكر الله وعن الصلاة
“ …dan haram mengonsumsi ganja, marihuana dan epium , karena merusak akal dan menghalangi ingatan (dzikir) pada Allah dan shalat.”
Dari ulasan di atas bisa disimpulkan bahwa narkoba menurut Islam adalah:”Segala sesuatu yang memabukkan atau menghilangkan kesadaran, tetapi bukan minuman keras, baik berupa tanaman maupun yang selainya. Selanjutnya istilah narkoba dalam terminology Islam disebut mukhoddirot”.
Hukum keharaman narkoba ditetapkan melalui jalan qiyas yang terdiri dari: qiyas aulawi, qiyas musawi dan qiyas adwan. Adapun sangsi hukumnya, bagi pengguna narkoba sepenuhnya menjadi wewenang hakim. Selain itu, Islam memandang narkoba merupakan barang yang sejak awal sudah diharamkan. Oleh karenanya pada kebutuhan medis, penggunaan narkoba dianggap tingkat darurat atau toleransi.

C. Penutup
Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari tulisan ini, dirumuskan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal mendefinisikan miras (khamer), sebagai berikut:
a. Imam Abu Hanifah: Menurut al Imam Abu Hanifah, khamer (miras) adalah : “Minuman keras yang memabukkan yang berasal dari perasaan anggur saja”. Sedangkan yang terbuat dari selain anggur, dinamakan nabidz. Oleh karena itu bagi peminumnya (nabidz) tidak dikenakan hukuman had.

b. Jumhur ulama’ (Syafi’i, Maliki, dan Ahmad): Menurut mereka Khamer adalah:”Nama (sebutan) dari setiap minuman yang memabukkan “. Oleh karenanya dari apapun minuman itu dibuat, asalkan memabukkan, maka minuman tersebut layak dinamakan khamer. Bagi peminumnya dikenakan hukuman had.

c. Untuk memperoleh definisi yang kongkrit, dan sesuai dengan pendapat ulama Syafi’iyah sebagai panutan mayoritas masyarakat hukum di Indonesia, diadakan penggabungan kedua definisi di atas. Sehingga khamer didefinisikan sebagai:” Zat cair atau zat padat yang berasal dari zat cair yang disajikan untuk minuman, yang apabila diminum akan memabukkan”.

2. Dari definisi di atas (definisi miras), menunjukkan bahwa menurut pandangan Hukum Islam, narkoba bukanlah miras (khamer). Hanya saja pada narkoba terdapat illat yang sama dengan khamer. Illat tersebut adalah sifat iskar (memabukkan). Oleh karena itu bagi pelaku penyalahgunaan narkoba tidak dikenakan hukuman had, melainkan dikenakan hukuman dengan jalan qiyas terhadap miras. Yaitu: 

a. Apabila penyidikannya menunjukkan illat yang lebih rendah (ringan) dari pada khamer, maka yang dipakai adalah qiyas adwan. Dalam arti derajat hukuman pidananya harus di bawah hukuman had.
b. Apabila penyidikanya menunjukkan illat yang sama dengan khamer, maka yang dipakai adalah qiyas musawi. Dalam arti derajat hukumanya dipersamakan dengan hukuman had. Akan tetapi apabila penyidikanya menunjukkan lebih berat dari pada khamer, maka yang dipakai adalah qiyas aulawi. Artinya , derajat hukumanya lebih berat dari hukuman had. Sedangkan muatan berat-ringanya (berat) hukuman sepenuhnya menjadi wewenang hakim.

semoga bermanfaat .... wasalam

0 komentar:

Posting Komentar